Perkembangan
teknologi dari waktu ke waktu telah menjadikan dunia yang luas ini menjadi
begitu sempit secara harfiah. Informasi yang bersumber dari daratan Amerika
bisa diakses diwaktu hampir bersamaan di daratan Asia meskipun terbentang jarak
ribuan kilometer dan perbedaan waktu namun dalam hitungan detik informasi
tersebut bisa tersebarluaskan. Tanpa disadari oleh orang – orang dunia hampir
tidak ada pembatas baik ruang maupun waktu, semua orang dari segala penjuru
dunia bisa mengakses informasi satu sama lain dalam waktu yang bersamaan.
Kemajuan teknologi
informasi seperti ini jika tidak disikapi dengan baik akan menjadi celah yang
akan dimanfaatkan bagi sebagian orang yang memiliki niat jahat. Hal tersebut
jika dibiarkan saja akan menjadikan dunia teknologi informasi lebih banyak
dampak negatifnya ketimbang dampak positifnya, oleh karena itu diperlukan
perangkat yang mampu menciptakan koridor agar pergerakan informasi ini bisa
mengarah kearah yang positif yaitu dengan undang – undang.
Undang-undang
Informasi dan Transaksi Elektronik adalah ketentuan yang berlaku untuk setiap
orang yang melakukan perbuatan hukum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang
ini, baik yang berada di wilayah hukum Indonesia maupun di luar wilayah hukum
Indonesia, yang memiliki akibat hukum di wilayah hukum Indonesia dan/atau di
luar wilayah hukum Indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia.
Undang-Undang
Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) mengatur berbagai perlindungan
hukum atas kegiatan yang memanfaatkan internet sebagai medianya, baik transaksi
maupun pemanfaatan informasinya. Pada UU ITE ini juga diatur berbagai ancaman
hukuman bagi kejahatan melalui internet. UU ITE mengakomodir kebutuhan para
pelaku bisnis di internet dan masyarakat pada umumnya guna mendapatkan
kepastian hukum, dengan diakuinya bukti elektronik dan tanda tangan digital
sebagai bukti yang sah di pengadilan.
Secara
umum, materi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dibagi
menjadi dua bagian besar, yaitu pengaturan mengenai informasi dan transaksi
elektronik dan pengaturan mengenai perbuatan yang dilarang. Pengaturan mengenai
informasi dan transaksi elektronik mengacu pada beberapa instrumen
internasional, seperti UNCITRAL Model Law on eCommerce dan UNCITRAL Model Law
on eSignature. Bagian ini dimaksudkan untuk mengakomodir kebutuhan para pelaku
bisnis di internet dan masyarakat umumnya guna mendapatkan kepastian hukum
dalam melakukan transaksi elektronik.
Pertukaran
informasi yang begitu cepat bahkan bersifat realtime dan online juga
dimanfaatkan oleh pihak – pihak yang ingin mengambil keuntungan dengan cara
memplagiat informasi tersebut atau bahkan mengakui informasi tersebut meskipun
nyata – nyata informasi tersebut bukan berasal darinya. Indonesia sebagai Negara
yang terus berkembang dalam segala bidang termasuk bidang teknologi informasi
mengatur secara tegas tentang originalitas dan keaslian dari informasi yang
bertebaran di dunia informasi.
Salah satu
tindakan tegas yang dimiliki bangsa Indonesia untuk menangani permasalahan
tesebut ialah dengan mengeluarkan UNDANG-UNDANG NO.19 Tentang Hak Cipta. Dengan
adanya hak cipta untuk produk TI, apabila terjadi pembajakan terhadap produk
tersebut maka pelakunya dapat dituntut secara hukum dan dikenakan sanksi yang
berat. Maka, para perusahaan pun berlomba-lomba mematenkan produknya tidak
peduli betapa mahal dan sulitnya proses pengeluaran hak paten tersebut.
Hak cipta
itu sendiri ialah hak eksklusif Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengatur
penggunaan hasil penuangan gagasan atau informasi tertentu. Pada dasarnya, hak
cipta merupakan "hak untuk menyalin suatu ciptaan". Hak cipta dapat
juga memungkinkan pemegang hak tersebut untuk membatasi penggandaan tidak sah
atas suatu ciptaan. Pada umumnya pula, hak cipta memiliki masa berlaku tertentu
yang terbatas.
Hak cipta
merupakan salah satu jenis hak kekayaan intelektual, namun hak cipta berbeda
secara mencolok dari hak kekayaan intelektual lainnya (seperti paten, yang
memberikan hak monopoli atas penggunaan invensi), karena hak cipta bukan
merupakan hak monopoli untuk melakukan sesuatu, melainkan hak untuk mencegah
orang lain yang melakukannya. Dan untuk hak cipta sendiri di Indonesia diatur
dalam UU no. 19 dan dibagi dalam dua ketentuan yaitu Hak Cipta terdiri atas hak
ekonomi (economic rights) dan hak moral (moral rights). Hak ekonomi adalah hak
untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas Ciptaan serta produk Hak Terkait. Hak
moral adalah hak yang melekat pada diri Pencipta atau Pelaku yang tidak dapat
dihilangkan atau dihapus tanpa alasan apa pun, walaupun Hak Cipta atau Hak
Terkait telah dialihkan.
Contoh kasus
dari UNDANG-UNDANG NO.19 Tentang Hak Cipta :
Seperti
yang kita ketahui, kasus Prita Mulyasari merupakan kasus pelanggaran terhadap
UU ITE yang mengemparkan Indonesia. Nyaris berbulan-bulan kasus ini mendapat
sorotan masyarakat lewat media elektronik, media cetak dan jaringan sosial
seperti facebook dan twitter.
Prita
Mulyasari adalah seorang ibu rumah tangga, mantan pasien Rumah Sakit Omni
Internasional Alam Sutra Tangerang. Saat dirawat di Rumah Sakit tersebut Prita
tidak mendapat kesembuhan namun penyakitnya malah bertambah parah. Pihak rumah
sakit tidak memberikan keterangan yang pasti mengenai penyakit Prita, serta
pihak Rumah Sakitpun tidak memberikan rekam medis yang diperlukan oleh Prita.
Kemudian Prita Mulyasari mengeluhkan pelayanan rumah sakit tersebut melalui
surat elektronik yang kemudian menyebar ke berbagai mailing list di dunia maya.
Akibatnya, pihak Rumah Sakit Omni Internasional marah, dan merasa dicemarkan.
Lalu RS
Omni International mengadukan Prita Mulyasari secara pidana. Sebelumnya Prita
Mulyasari sudah diputus bersalah dalam pengadilan perdata. Dan waktu itupun
Prita sempat ditahan di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Tangerang sejak 13 Mei
2009 karena dijerat pasal pencemaran nama baik dengan menggunakan Undang-Undang
Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Kasus ini kemudian banyak menyedot
perhatian publik yang berimbas dengan munculnya gerakan solidaritas “Koin
Kepedulian untuk Prita”. Pada tanggal 29 Desember 2009, Ibu Prita Mulyasari
divonis Bebas oleh Pengadilan Negeri Tangerang.
Contoh
kasus di atas merupakan contoh kasus mengenai pelanggaran Undang-Undang Nomor
11 pasal 27 ayat 3 tahun 2008 tentang UU ITE. Dalam pasal tersebut tertuliskan
bahwa: Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/ atau
mentransmisikan dan/ atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan
/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/ atau pencemaran
nama baik.
SUMBER :
0 komentar:
Posting Komentar